plbnews.web.id – Menyendiri atau menghindari interaksi sosial adalah suatu perilaku yang bisa ditemui pada berbagai individu, namun lebih sering ditemukan pada mereka yang memiliki kecenderungan avoidant atau penghindar.
Orang dengan attachment style avoidant cenderung merasa cemas atau tidak nyaman dalam hubungan dekat, dan sering kali lebih memilih untuk menyendiri dibandingkan berinteraksi dengan orang lain.
Mengapa ini bisa terjadi? Artikel ini akan membahas alasan psikologis di balik kecenderungan tersebut dan apa yang bisa dipelajari dari perilaku ini.
Apa Itu Attachment Style Avoidant?
Sebelum membahas lebih jauh tentang mengapa orang dengan attachment style avoidant lebih suka menyendiri, penting untuk memahami konsep dasar attachment theory atau teori keterikatan yang dikembangkan oleh psikolog John Bowlby pada tahun 1960-an.
Menurut teori ini, pola keterikatan yang terbentuk sejak masa kanak-kanak mempengaruhi cara kita berhubungan dengan orang lain sepanjang hidup.
Ada empat tipe utama attachment style, yaitu:
- Secure attachment: Orang dengan tipe ini merasa nyaman dalam hubungan dekat dan percaya pada pasangan mereka.
- Anxious attachment: Mereka cenderung merasa cemas atau tidak aman dalam hubungan dan selalu mencari perhatian dan validasi.
- Avoidant attachment: Tipe ini cenderung menghindari kedekatan emosional dan lebih suka menjaga jarak dari orang lain.
- Disorganized attachment: Tipe ini sering merasa bingung atau terombang-ambing dalam hubungan, sering kali karena pengalaman trauma di masa lalu.
Orang dengan avoidant attachment style cenderung menjaga jarak emosional dan fisik dalam hubungan interpersonal. Mereka lebih memilih untuk menghindari keintiman dan cenderung merasa terancam oleh kedekatan emosional.
Kenapa Orang Avoidant Lebih Suka Menyendiri? Ini Alasan Psikologinya
1. Rasa Takut Terhadap Ketergantungan Emosional
Orang dengan attachment style avoidant seringkali merasa cemas atau tidak nyaman ketika terlalu dekat dengan orang lain. Salah satu alasan mengapa mereka lebih suka menyendiri adalah rasa takut akan ketergantungan emosional. Mereka percaya bahwa bergantung pada orang lain akan membuat mereka rentan terhadap kekecewaan atau rasa sakit emosional jika hubungan tersebut gagal.
Ini merupakan hasil dari pengalaman masa kecil, di mana mereka mungkin tidak merasa mendapatkan dukungan emosional yang cukup dari orang tua atau pengasuh. Oleh karena itu, mereka tumbuh dengan mekanisme pertahanan untuk menjaga jarak, menghindari ketergantungan emosional dengan orang lain, dan memilih menyendiri agar tetap merasa aman.
2. Penghindaran Konflik
Bagi individu dengan avoidant attachment, konflik atau ketegangan dalam hubungan dapat memicu perasaan yang tidak nyaman. Mereka lebih suka menghindari masalah daripada menghadapinya, karena mereka merasa bahwa menyelesaikan konflik bisa mengancam kedamaian dan kestabilan emosional mereka.
Dalam hubungan sosial, mereka mungkin merasa lebih aman ketika tidak ada tekanan atau perasaan cemas terkait dengan ekspektasi emosional dari orang lain. Menyendiri menjadi cara yang efektif untuk menghindari konflik, baik yang nyata maupun yang mereka khawatirkan terjadi.
3. Kebutuhan untuk Kontrol
Orang dengan kecenderungan avoidant seringkali memiliki keinginan kuat untuk mengontrol kehidupan mereka. Mereka merasa lebih nyaman saat dapat menjaga kontrol penuh atas perasaan, pikiran, dan interaksi mereka. Kedekatan emosional dalam hubungan bisa terasa seperti kehilangan kontrol, yang menyebabkan kecemasan.
Dengan menjaga jarak atau memilih untuk menyendiri, mereka merasa lebih aman karena bisa mengatur siapa yang mereka ajak berinteraksi dan sejauh mana kedekatan yang bisa mereka biarkan terjadi. Kontrol ini memberikan rasa stabilitas yang mereka butuhkan untuk merasa aman dalam lingkungan sosial.
4. Pengalaman Negatif di Masa Lalu
Banyak individu dengan avoidant attachment style membawa pengalaman negatif dari masa lalu yang membentuk cara mereka berinteraksi dengan orang lain. Mungkin mereka tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung atau menghadapi trauma emosional seperti penolakan, pengabaian, atau bahkan penganiayaan.
Pengalaman-pengalaman ini menciptakan rasa tidak aman dalam hubungan dan membentuk keyakinan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya atau tidak dapat memberikan dukungan emosional yang konsisten. Oleh karena itu, mereka cenderung memilih untuk menyendiri, menghindari rasa sakit emosional yang mungkin timbul dari ketergantungan pada orang lain.
5. Perasaan Tidak Pantas untuk Dicintai
Bagi sebagian orang dengan attachment style avoidant, ada perasaan bahwa mereka tidak layak atau tidak pantas mendapatkan cinta dan perhatian dari orang lain. Rasa rendah diri ini membuat mereka cenderung menghindari kedekatan emosional karena takut bahwa orang lain akan melihat kekurangan mereka dan akhirnya meninggalkan mereka.
Mereka merasa lebih nyaman menjaga jarak karena ini memungkinkan mereka untuk menghindari perasaan tidak cukup baik atau takut akan penolakan.
6. Kebutuhan untuk Waktu Sendiri
Tidak semua orang yang memilih untuk menyendiri memiliki masalah dalam hubungan sosial. Beberapa individu dengan avoidant attachment mungkin hanya merasa lebih baik ketika menghabiskan waktu sendiri untuk merenung dan mengatur perasaan mereka. Mereka mungkin lebih sensitif terhadap overstimulasi sosial dan merasa lebih nyaman dalam kesendirian.
Perasaan ini bisa jadi merupakan cara mereka untuk stres/”>mengelola stres atau tekanan dari dunia luar. Dalam situasi sosial yang penuh tekanan, mereka lebih memilih menarik diri untuk mengisi kembali energi mereka.
Dampak dari Perilaku Avoidant dalam Kehidupan Sehari-hari
Perilaku menghindar atau cenderung menyendiri memiliki dampak besar pada hubungan interpersonal seseorang. Bagi individu dengan attachment style avoidant, hubungan pribadi dan profesional bisa terpengaruh.
Dalam hubungan romantis, pasangan mungkin merasa frustasi karena merasa tidak pernah benar-benar dekat dengan mereka. Komunikasi yang buruk, ketidakmampuan untuk berbagi perasaan, dan ketidakmampuan untuk menangani konflik dengan baik seringkali menjadi hambatan besar dalam hubungan.
Di tempat kerja, orang dengan kecenderungan avoidant mungkin cenderung bekerja secara mandiri, menghindari kerja tim atau kolaborasi yang memerlukan keterlibatan emosional lebih dalam. Hal ini bisa membatasi perkembangan mereka dalam hal karier atau menyebabkan isolasi sosial yang tidak diinginkan.
Mengatasi Kecenderungan Avoidant
Meskipun kecenderungan untuk menyendiri dan menghindari kedekatan emosional adalah bagian dari pola perilaku yang terbentuk sejak dini, hal ini bisa diubah dengan kesadaran diri dan usaha untuk mengembangkan secure attachment. Beberapa langkah yang dapat membantu adalah:
- Menerima dan Memahami Perasaan Diri Sendiri: Menyadari bahwa perasaan cemas terhadap kedekatan adalah normal dan bisa diatasi adalah langkah pertama. Bekerja dengan seorang terapis atau psikolog dapat membantu memahami akar penyebab perilaku avoidant.
- Membangun Kepercayaan: Proses membangun kepercayaan dalam hubungan memerlukan waktu. Mulailah dengan membangun hubungan yang sehat, dengan orang yang bisa dipercaya dan tidak menekan.
- Berlatih Komunikasi yang Terbuka: Latihan dalam berbicara tentang perasaan dan keinginan dapat membantu orang dengan attachment style avoidant untuk lebih terbuka dan mengurangi ketakutan akan penolakan.
- Mengambil Langkah Kecil dalam Menjalin Hubungan: Tidak perlu langsung terjun ke hubungan yang intens. Mulailah dengan langkah-langkah kecil untuk membangun kedekatan emosional yang lebih aman.
Orang dengan avoidant attachment style lebih suka menyendiri karena berbagai alasan psikologis yang berkaitan dengan rasa takut terhadap ketergantungan emosional, konflik, dan perasaan tidak aman dalam hubungan.
Meskipun perilaku ini bisa membuat mereka merasa lebih aman dalam jangka pendek, penting untuk memahami bahwa hubungan yang sehat dan dekat adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Dengan kesadaran diri dan usaha untuk mengubah pola pikir, orang dengan kecenderungan avoidant dapat belajar untuk membangun hubungan yang lebih aman dan memuaskan.