Mataram, NTB – Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menyerahkan kasus dugaan pemaksaan pernikahan anak di bawah umur kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram. Tersangka dalam kasus ini adalah kedua orang tua, yaitu ayah dari anak perempuan berusia 15 tahun dan ayah dari anak laki-laki berusia 16 tahun.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda NTB, Iptu Dewi Sartika, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan yang diterima dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA Lombok Barat. Laporan tersebut menyebutkan bahwa telah terjadi penikahan anak di Dusun Pusuk, Desa Pusuk Lestari. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa wali yang menikahkan anak-anak tersebut adalah kedua ayah mereka. Rabu, 5 Maret 2025
“Kami menemukan bahwa yang menikahkan atau menjadi wali adalah bapak dari pihak laki-laki dan bapak dari pihak perempuan,” ungkap Iptu Dewi.
Sebelum penikahan tersebut dilaksanakan, Kepala Dusun Pusuk telah berusaha mencegahnya. Bahkan, kedua orang tua anak-anak tersebut juga tidak memberikan izin. Namun, anak perempuan terus datang kembali, sehingga kedua orang tua akhirnya terpaksa menikahkan mereka.
UPTD PPA Lombok Barat melaporkan kejadian ini dengan tujuan memberikan efek jera kepada semua pihak yang terlibat. “Supaya masyarakat Pusuk tahu bahwa menikahkan anak di bawah umur tidak boleh dilakukan. Kecuali, kalau usianya sudah 19 tahun ke atas,” tambah Iptu Dewi.
Dalam kasus ini, kepolisian menetapkan kedua wali yang menikahkan dan memfasilitasi pernikahan sebagai tersangka. Mereka dikenakan Pasal 10 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPSK). Meskipun demikian, kedua tersangka saat ini menjalani hukuman sebagai tahanan kota karena mereka merupakan tulang punggung keluarga.
“Apabila mereka tidak bekerja, maka tidak bisa menghidupkan anak-anak yang lain terutama istrinya,” jelas Iptu Dewi.
Pihak kepolisian mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya orang tua, untuk selalu berhati-hati dalam mengambil tindakan. Penikahan anak di bawah umur dapat menimbulkan berbagai masalah, terutama masalah kesehatan. Jika anak perempuan hamil, kandungannya sangat rentan bagi kesehatan ibu dan anak.
“Jangan sampai mengambil tindakan yang merugikan diri sendiri dan juga anak-anaknya sendiri,” tegas Iptu Dewi.
Kasus ini menunjukkan pentingnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang bahaya penikahan anak di bawah umur. Polda NTB berkomitmen untuk terus melindungi hak-hak anak dan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil.**Red**