Mataram : Silaturahmi dan konsolidasi, jurnalis lintas media yang digelar Komunitas Pewarta Inspiratif (KOPI) menghasilkan kesepakatan bersama membentengi marwah jurnalistik, dari oknum-oknum yang mengambil keuntungan dari profesi jurnlis.
Kegiatan yang diinisiasi oleh KOPI ini, menggandeng Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Nusa Tenggara Barat, Forum Wartawan Pemprov NTB, Forum Wartawan Parlemen (FWP), Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka), dan Forum Jurnalis Perempuan (FJP), berlangsung di Nostalgic Eatry & Coffee Mataram pada Jumat (07/02/25).
Dalam diskusi ini, sejumlah contoh persoalan terungkap dari pengalaman para wartawan yang diplot liputan di berbagai sektor, mulai dari oknum jurnalis yang berprofesi ganda menjadi penagih utang.
Ketua IJTI NTB, Riadis Sulhi mengatakan, fenomena saat ini bermuara pada hadirnya orang – orang yang mengaku sebagai wartawan di beberapa institusi. Kehadiran mereka kerap tidak mengedepankan etika profesi wartawan, baik dalam prilaku, teknik wawancara hingga dalam penulisan berita. Hal inipun memicu stigma atau anggapan buruk dari narasumber, dan mengecapnya pada profesi wartawan secara umum.
“Hal – hal seperti ini yang harus kita rumuskan bersama, untuk membuat filter yg jelas untuk menjaga marwah profesi wartawan. Mungkin bisa kita suarakan lebih awal dengan memberikan pemahaman kepada para narasumber,” ujarnya.
Dalam konteks ini, Riadis berharap agar pejabat publik juga perlu memiliki pemahaman tentang jejaring wartawan dan kode etik pewarta secara umum yg diatur dalam Undang – Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
“Orang – orang yang ngaku wartawan ini memanfaatkan kemudahan digital, dengan membuat website atau portal berita sendiri dengan mudah. Mereka membuat ID Persnya sendiri, mengupload berita langsung dari rilis yang dikirim institusi, tanpa diolah dulu dengan teknis atau pedoman yang semestinya dalam membuat produk berita. Dan parahnya merasa diri paling wartawan dibanding wartawan sebenarnya, bahkan hingga meminta kompensasi terhadap jasa muat berita yang ditayangkan,” ucap Riadis.
Ketua IJTI NTB yang juga sebagai Kepala Biro SCTV Mataram mengharapkan, peran forum – forum di tiap pos atau sektor liputan, dapat lebih aktif mengkampanyekan kredibilitas profesi wartawan kepada narasumber. Hal ini juga sejalan dengan tuntutan Dewan Pers yang menggencarkan program Uji Kompetensi Wartawan / Jurnalis, sebagai pembeda dan jenjang profesi yg harus dimiliki pewarta.
“Harus ada edukasi dan penyadaran bersama kepada Narasumbernya bahwa mereka berhak untuk menolak untuk diwawancarai apabila wartawan itu tidak kredibel atau belum mendapatkan lisensi kompetensi jenjang profesi dari Dewan Pers,” pungkasnya.