2. BBM bersubsidi yang diberikan kepada nelayan harus sesuai ketentuannya yang hny dapat diberikan kepada kapal2 yg sudah berijin dan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Untuk itu perlu pengawasan efektif. Langkah awal untuk ini adalah proses bisnis penyaluran BBM bersubsidi dimana sistem di Kementerian KKP yg berisi data kapal-kapal berijin dapat digunakan sebagai validator oleh BPH Migas untuk menentukan layak tidaknya kapal-kapal perikanan tsb mendapatkan BBM Bersubsidi. Saat ini kedua lembaga ini menggunakan aplikasi masing2, dimana kedua aplikasi ini masih terpisah, sendiri-sendiri, belum saling berkomunikasi dan belum terintegrasi. Akibat negatifnya, penyaluran BBM bersubsidi utk kapal2 perikanan sangat rawan dan beresiko tinggi utk disalahgunakan.
3. Aktifnya penyuluh2 perikanan untuk membantu dan menyuluh para nelayan dan jika memungkinkan aktifnya lembaga pembiayaan utk langsung membantu modal nelayan utk melaut menangkap ikan.
Saat yg sama KKP bersama dgn Dirjen Hubla Kemenhub juga membuka gerai perijinan kapal, selama 5 hari untuk mendekatkan layanan perijinan pada nelaya. Selain itu Polres Malang bersama dengan Pertamina juga melakukan pengecekan terhadap SPBU yang menyalurkan solar subsidi agar tidak ada penyimpangan yang merugikan nelayan.
Dengan kegiatan seperti ini diharapkan target penerimaan negara bukan pajak sektor perikanan tangkap sebesar Rp 1,2 T tahun 2025 bisa tercapai sekaligus semakin banyak pemilik kapal mengurus ijinnya.