Misalnya, berita bohong seringkali tersebar dalam bentuk meme, gambar, atau video yang sangat mudah dibagikan di platform seperti Facebook, Instagram, atau TikTok. Seringkali, seseorang akan menganggap informasi tersebut benar hanya karena sudah banyak yang membagikan atau menyukainya.
Di sini, kekuatan sosial dan rasa ingin tahu menjadi dua faktor utama yang membuat seseorang lebih rentan terpapar misinformasi.
4. Emosi yang Mudah Terganggu
Pernahkah Anda melihat seseorang yang langsung membagikan berita atau informasi yang sangat emosional tanpa mencari tahu kebenarannya? Ini adalah ciri khas orang yang mudah terpancing oleh berita bohong.
Berita atau informasi yang memicu emosi, seperti kemarahan, ketakutan, atau kebencian, seringkali lebih mudah tersebar karena sifat manusia yang cenderung merespons emosinya lebih cepat daripada rasionalitasnya.
Berita yang mengandung unsur ketakutan atau kecemasan, seperti prediksi bencana alam yang tidak terbukti atau teori konspirasi, bisa dengan cepat menarik perhatian dan disebarkan oleh orang yang terpengaruh.
Jika seseorang mudah dipengaruhi oleh berita yang berisi pesan-pesan emosional, mereka akan lebih mudah mempercayai informasi tersebut tanpa terlebih dahulu memeriksa kebenarannya.
5. Keterbatasan Waktu dan Sumber Daya untuk Verifikasi
Tidak semua orang punya waktu atau keterampilan untuk memverifikasi setiap informasi yang diterima. Di dunia yang serba cepat ini, banyak orang lebih memilih untuk membaca headline daripada menyelami konten secara mendalam.
Mereka lebih cenderung mempercayai apa yang pertama kali muncul di feed media sosial mereka atau apa yang sudah dibagikan oleh teman-teman mereka.
Orang-orang ini sering kali kurang memanfaatkan alat verifikasi seperti pengecekan fakta atau tidak tahu sumber yang bisa dipercaya untuk mencari tahu apakah informasi tersebut benar.
Misalnya, mereka mungkin lebih memilih untuk langsung mempercayai informasi yang ditemukan di grup WhatsApp tanpa mengecek lebih lanjut di situs web yang kredibel atau platform pengecekan fakta.
6. Terbatasnya Sumber Informasi
Mereka yang memiliki kebiasaan untuk hanya mengandalkan satu atau dua sumber informasi sering kali lebih rentan terhadap misinformasi. Jika seseorang hanya mengandalkan satu saluran informasi, seperti hanya membaca media sosial atau hanya mengikuti satu saluran berita, maka mereka hanya akan melihat satu perspektif dan lebih mudah terjebak dalam bias informasi.
Sebaliknya, mereka yang secara aktif mencari berbagai sumber berita dan informasi dari berbagai sudut pandang akan lebih mampu memfilter informasi yang salah dan memverifikasi kebenarannya.