Opini

Seleksi BAZNAS NTB: Cermin Meritokrasi di Malam Lailatul Qadar

×

Seleksi BAZNAS NTB: Cermin Meritokrasi di Malam Lailatul Qadar

Sebarkan artikel ini

plbnews.web.id – Di bawah langit Nusa Tenggara Barat (NTB), yang kadang diselimuti awan kelabu bagai tirai rahasia, kadang terbuka lebar seperti rahmat yang turun diam-diam, sebuah harapan bersemayam.

Harapan itu tak berwujud, tak bisa disentuh tangan, namun ia hidup bergetar dalam doa-doa yang dipanjatkan di malam-malam Ramadhan, terutama saat umat mencari Lailatul Qadar, malam yang disembunyikan Allah SWT dalam lipatan waktu, malam yang lebih mulia dari seribu bulan.

Di NTB, harapan itu mengenakan wajah khusus, sebuah pemerintahan yang bersih, yang menjunjung keadilan, yang tak lagi menjadi panggung sandiwara kekuasaan. Di tengah panggung itu berdiri Gubernur Lalu Muhamad Iqbal, dengan visi meritokrasinya yang berani, bagai penjaga pintu menuju perubahan.

Namun, seperti Lailatul Qadar yang tak serta-merta menampakkan diri kepada yang tak tekun mencari, janji perubahan itu terbungkus kabut tantangan. Dan di antara semua ujian yang menantinya, seleksi komisioner Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) NTB menjadi cermin paling jernih sebuah kaca yang memantulkan sejauh mana ia serius menepati kata-katanya.

Iqbal datang membawa mimpi yang tak biasa, birokrasi yang berdiri di atas kompetensi, di mana jabatan bukan lagi upeti bagi yang pandai mengangguk, melainkan penghargaan bagi mereka yang bekerja dengan darah, keringat, dan integritas. Di NTB, tanah yang jaringannya penuh dengan patronase seperti benang kusut yang telah lama terjalin, sulit diurai, dan tak mudah diputus visi ini terasa rapuh, hampir seperti fatamorgana di tengah padang pasir.

Bayang-bayang masih mengintai, titipan, dan permainan kekuasaan yang telah menjadi napas engap selama bertahun-tahun. Di tengah lanskap seperti ini, seleksi BAZNAS bukan sekadar proses administratif biasa. Ia adalah panggung pertama, sebuah ujian nyata yang akan menunjukkan apakah Iqbal hanya pandai beretorika, atau benar-benar mampu mengukir jejak baru di tanah yang haus akan kejujuran.

Proses seleksi ini lebih dari sekadar urusan kertas, tanda tangan, dan daftar nama. Ia adalah cermin bening yang memantulkan hati seorang pemimpin sebuah kaca yang tak bisa berbohong. Kursi-kursi di BAZNAS NTB harus diisi oleh mereka yang punya hati untuk melayani, akal untuk mengelola, dan keberanian untuk melawan arus bukan oleh para pencari muka yang lihai, dan bukan oleh mereka yang hanya ingin duduk manis demi status quo.

Zakat, dalam tradisi Islam, adalah amanah suci, sebuah jembatan yang menghubungkan kelimpahan dengan kepapaan, sebuah tangan yang mengangkat mereka yang terpuruk dalam kegelapan hidup. Tapi amanah ini hanya akan sampai kepada tujuannya jika dikelola oleh tangan-tangan yang taat, yang tak ternoda oleh nafsu kekuasaan atau ambisi pribadi.