plbnews.web.id – Hubungan manusia sering kali diwarnai dinamika yang kompleks. Ada hubungan yang memberi kebahagiaan dan kenyamanan, tetapi ada pula yang justru menyakitkan dan membuat kita terjebak.
Salah satu fenomena yang kerap terjadi dalam hubungan toksik adalah trauma bonding. Istilah ini mengacu pada keterikatan emosional yang terbentuk antara korban dan pelaku dalam hubungan penuh kekerasan atau manipulasi.
Meski hubungan semacam ini menyakitkan, banyak yang sulit untuk melepaskan diri. Mengapa hal ini terjadi, dan bagaimana cara mengenali serta mengatasinya? Artikel ini akan membahas tuntas tentang trauma bonding dan langkah-langkah yang bisa diambil untuk keluar dari lingkaran tersebut.
Apa Itu Trauma Bonding?
Trauma bonding adalah kondisi di mana seseorang merasa terikat secara emosional dengan orang yang menyakitinya. Hubungan ini biasanya dibangun melalui pola yang berulang antara tindakan kekerasan atau manipulasi, diikuti oleh periode rekonsiliasi atau “bulan madu”. Pada fase bulan madu, pelaku mungkin menunjukkan kasih sayang, meminta maaf, atau berjanji untuk berubah, sehingga korban merasa ada harapan untuk memperbaiki hubungan.
Fenomena ini sering terjadi pada hubungan yang melibatkan kekerasan fisik, emosional, atau bahkan finansial. Pelaku menggunakan kombinasi penghukuman dan penghargaan untuk menciptakan keterikatan yang sulit diputuskan. Korban tidak hanya merasa terjebak secara emosional, tetapi juga secara psikologis mengalami ketergantungan pada siklus tersebut.
Mengapa Trauma Bonding Terjadi?
Ada beberapa faktor psikologis yang membuat trauma bonding begitu kuat:
1. Siklus Kekerasan dan Rekonsiliasi
Pola kekerasan yang diikuti dengan fase penyesalan atau kasih sayang menciptakan efek roller coaster emosional. Hal ini membuat korban mengalami campuran rasa takut, harapan, dan cinta, yang justru memperkuat keterikatan mereka dengan pelaku.
2. Ketergantungan Emosional
Dalam hubungan trauma bonding, korban sering merasa tidak memiliki orang lain untuk mendukung mereka. Perasaan kesepian dan isolasi ini membuat mereka bergantung pada pelaku, meskipun hubungan itu beracun.
3. Manipulasi Psikologis
Pelaku sering menggunakan gaslighting, ancaman, atau bentuk manipulasi lainnya untuk membuat korban merasa tidak mampu hidup tanpa mereka. Pada akhirnya, korban merasa kehilangan kepercayaan diri untuk meninggalkan hubungan.
4. Faktor Biologis
Penelitian menunjukkan bahwa emosi intens dalam hubungan toksik dapat memicu pelepasan hormon seperti dopamin dan oksitosin, yang memperkuat perasaan keterikatan. Akibatnya, korban merasa sulit untuk melepaskan diri meskipun sadar hubungan tersebut merugikan.
Tanda-Tanda Trauma Bonding
Mengenali tanda-tanda trauma bonding adalah langkah pertama untuk keluar dari hubungan yang menyakitkan. Berikut adalah beberapa tanda yang perlu diwaspadai:
- Sulit untuk Meninggalkan Hubungan: Meskipun hubungan tersebut menyakitkan, Anda merasa tidak mampu pergi atau bahkan membayangkan hidup tanpa pasangan.
- Mencari Pembenaran: Anda terus-menerus mencari alasan untuk membenarkan perilaku buruk pasangan, seperti “Dia hanya sedang stres” atau “Dia tidak sengaja melakukannya.”
- Merasa Bersalah: Korban sering merasa bersalah jika berpikir untuk meninggalkan hubungan, seolah-olah mereka bertanggung jawab atas perilaku pelaku.
- Takut Kehilangan: Ketakutan akan kehilangan atau rasa tidak aman membuat korban terus bertahan meski tahu hubungan itu tidak sehat.
- Menyalahkan Diri Sendiri: Anda mulai percaya bahwa perilaku buruk pasangan adalah akibat dari tindakan atau kekurangan Anda.
Dampak Trauma Bonding pada Kehidupan
Trauma bonding tidak hanya memengaruhi kesehatan mental, tetapi juga fisik, sosial, dan bahkan finansial. Korban sering merasa cemas, depresi, dan kehilangan rasa percaya diri. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).