plbnews.web.id – Ketika berbicara tentang masa remaja, banyak yang mengasosiasikannya dengan momen-momen penuh kegembiraan, petualangan, dan eksplorasi jati diri.
Namun, bagi sebagian remaja di Indonesia, fase ini tidak selalu seindah itu. Ada yang merasa “berbeda” atau bahkan “tidak normal” karena menghadapi masalah kesehatan mental.
Mereka mungkin bertanya-tanya, “Kenapa aku tidak seperti teman-temanku? Kenapa hidupku terasa lebih berat?”
Pertanyaan ini menjadi cerminan bagaimana sistem kesehatan mental di Indonesia sering kali belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan mereka.
Lalu, bagaimana cara kita sebagai individu, keluarga, dan masyarakat mendukung kesehatan mental remaja agar mereka merasa lebih diterima dan dihargai?
Mengapa Remaja Merasa ‘Berbeda’?
1. Tekanan Sosial dan Media Sosial
Di era digital, remaja terus-menerus terpapar standar kehidupan yang terlihat sempurna di media sosial. Unggahan tentang kesuksesan, kebahagiaan, hingga penampilan fisik yang ideal bisa membuat mereka merasa tidak cukup baik. Akibatnya, banyak remaja merasa terisolasi atau tidak mampu memenuhi ekspektasi yang ada.
2. Stigma Terhadap Kesehatan Mental
Meski diskusi tentang kesehatan mental mulai terbuka, stigma di masyarakat Indonesia masih kuat. Banyak remaja yang merasa takut dicap “lemah” atau “kurang bersyukur” jika berbicara tentang perasaan mereka. Hal ini membuat mereka enggan mencari bantuan, meskipun sebenarnya mereka membutuhkan dukungan.
3. Kurangnya Dukungan Lingkungan
Tidak semua remaja memiliki keluarga atau teman yang mendukung. Ada yang justru merasa ditekan untuk menjadi sempurna. Sebagian lagi mungkin tumbuh di lingkungan yang kurang memahami pentingnya kesehatan mental, sehingga mereka merasa kesepian dalam perjuangannya.
Dampak Kesehatan Mental Terhadap Kehidupan Remaja
Ketika kesehatan mental terganggu, dampaknya bisa sangat luas. Remaja mungkin mengalami:
- Penurunan prestasi akademik. Fokus belajar terganggu karena pikiran yang kacau atau perasaan cemas berlebihan.
- Kesulitan menjalin hubungan sosial. Mereka bisa merasa tidak cukup baik untuk diterima di pergaulan.
- Perilaku berisiko. Beberapa remaja mencoba mengatasi tekanan dengan cara yang kurang sehat, seperti menggunakan zat adiktif atau melukai diri sendiri.
- Gangguan fisik. Masalah mental sering kali berdampak pada kesehatan fisik, seperti gangguan tidur atau gangguan makan.
Apa yang Bisa Dilakukan untuk Membantu?
Kesehatan mental adalah tanggung jawab bersama. Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk mendukung remaja:
1. Membuka Ruang Diskusi yang Aman
Remaja perlu tahu bahwa perasaan mereka valid dan tidak salah. Orang tua, guru, atau teman sebaya bisa membantu dengan menciptakan ruang diskusi yang aman, di mana remaja merasa didengar tanpa takut dihakimi.
2. Edukasi Tentang Kesehatan Mental
Pendidikan tentang kesehatan mental harus dimulai sejak dini. Sekolah bisa menjadi tempat yang ideal untuk mengenalkan konsep ini melalui program konseling atau seminar. Dengan edukasi yang tepat, stigma terhadap kesehatan mental dapat berkurang.
3. Memberikan Akses ke Layanan Kesehatan Mental
Sayangnya, akses ke psikolog atau psikiater di Indonesia masih terbatas, terutama di daerah terpencil. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu memperluas layanan kesehatan mental, misalnya dengan menyediakan konselor di sekolah atau memanfaatkan teknologi seperti aplikasi konsultasi online.
4. Mengurangi Tekanan Sosial
Orang tua dan lingkungan sekitar bisa membantu dengan menurunkan ekspektasi yang terlalu tinggi. Alih-alih memaksa remaja untuk terus berprestasi, beri mereka ruang untuk gagal dan belajar dari pengalaman tersebut.
5. Mengajarkan Keterampilan Mengelola Emosi
Keterampilan seperti meditasi, journaling, atau olahraga bisa membantu remaja mengelola emosi mereka. Dengan cara ini, mereka memiliki alat untuk menghadapi tekanan tanpa harus merasa kewalahan.
Peran Teknologi dalam Mendukung Kesehatan Mental Remaja
Di tengah tantangan, teknologi juga bisa menjadi solusi. Beberapa aplikasi yang populer di kalangan remaja Indonesia, seperti Riliv atau Mindtera, menyediakan layanan konsultasi dan meditasi yang dapat diakses kapan saja. Media sosial pun bisa menjadi tempat berbagi cerita positif jika digunakan dengan bijak.