plbnews.web.id – Fenomena karyawan Generasi Z (Gen Z) yang cepat resign menjadi perbincangan hangat di berbagai sektor industri.
Banyak perusahaan mulai mempertanyakan mengapa banyak pegawai muda ini yang memilih keluar lebih cepat dari pekerjaan mereka, meski baru beberapa bulan bekerja.
Apakah hal ini disebabkan oleh masalah karakter atau mungkin faktor lingkungan kerja yang tidak mendukung?
Generasi Z, yang lahir antara 1997 dan 2012, kini memasuki dunia kerja dengan membawa berbagai karakteristik dan ekspektasi baru.
Mereka dikenal sebagai generasi yang lebih sadar akan kesejahteraan mental dan lebih selektif dalam memilih tempat kerja yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka.
Lalu, apakah ini berarti bahwa Gen Z lebih mudah frustasi atau terlalu sensitif terhadap lingkungan kerja? Atau apakah ada faktor lain yang lebih mendalam yang mempengaruhi keputusan mereka untuk resign?
Dalam artikel ini, kita akan mengulas berbagai faktor yang memengaruhi kecenderungan karyawan Gen Z untuk cepat resign, serta bagaimana perusahaan bisa beradaptasi untuk mengurangi tingkat turnover dan mempertahankan talenta muda yang semakin berharga.
Karakteristik Generasi Z yang Membedakan Mereka
Sebelum membahas alasan mengapa banyak karyawan Gen Z yang memilih untuk resign, penting untuk memahami karakteristik dasar dari generasi ini.
Gen Z dikenal sebagai digital natives yang tumbuh dengan teknologi, media sosial, dan berbagai informasi yang mudah diakses.
Mereka lebih terbuka terhadap perubahan dan cenderung memiliki pandangan yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
1. Kecenderungan Mengutamakan Kesejahteraan Mental
Karyawan Gen Z cenderung memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi tentang pentingnya kesejahteraan mental. Mereka seringkali lebih vocal tentang masalah seperti stres, kecemasan, dan burnout.
Dalam survei yang dilakukan oleh Deloitte, sekitar 75% dari Gen Z mengatakan bahwa kesejahteraan mental mereka sangat penting, dan mereka lebih cenderung untuk meninggalkan pekerjaan yang mengorbankan kesehatan mental mereka.
2. Keinginan untuk Tujuan yang Lebih Besar
Bagi Gen Z, pekerjaan bukan hanya tentang mendapatkan gaji, tetapi juga tentang kontribusi mereka terhadap tujuan yang lebih besar.
Mereka lebih memilih bekerja untuk perusahaan yang memiliki misi sosial yang jelas dan yang berkomitmen terhadap isu-isu penting seperti keberlanjutan dan keadilan sosial.
Jika mereka merasa pekerjaan mereka tidak memberikan dampak atau tidak sesuai dengan nilai-nilai pribadi, mereka cenderung lebih cepat mencari kesempatan baru.
3. Harapan terhadap Fleksibilitas dan Work-Life Balance
Gen Z sangat mengutamakan fleksibilitas dalam bekerja. Menurut laporan dari PwC, sekitar 65% dari karyawan Gen Z mengatakan bahwa mereka menginginkan fleksibilitas kerja yang lebih besar, baik dalam hal waktu maupun lokasi kerja.
Mereka tidak lagi terikat pada jam kerja tradisional dan lebih memilih pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk menyeimbangkan antara karier dan kehidupan pribadi.
Faktor Penyebab Gen Z Cepat Resign
Setelah memahami karakteristik dasar Gen Z, kita bisa lebih mudah menggali faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan mereka untuk resign lebih cepat. Meskipun tidak ada jawaban tunggal, ada beberapa penyebab utama yang dapat menjelaskan fenomena ini.
1. Kesejahteraan Mental yang Terabaikan
Salah satu alasan utama mengapa Gen Z memilih untuk keluar dari pekerjaan adalah karena kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan mental mereka.
Banyak perusahaan masih belum sepenuhnya memahami pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental.
Menurut studi dari American Psychological Association, sekitar 41% pekerja Gen Z melaporkan tingkat stres yang tinggi, yang sering kali disebabkan oleh ekspektasi pekerjaan yang tidak realistis atau budaya kerja yang tidak mendukung keseimbangan kehidupan kerja.
Jika sebuah perusahaan tidak memberikan perhatian pada kesejahteraan karyawan atau tidak menyediakan dukungan mental yang memadai, Gen Z cenderung merasa tidak dihargai dan memilih untuk resign.
2. Budaya Kerja yang Tidak Mendukung Nilai-Nilai Pribadi
Seiring meningkatnya kesadaran sosial, Gen Z lebih selektif dalam memilih tempat bekerja yang sejalan dengan nilai-nilai mereka.
Perusahaan yang tidak memiliki komitmen terhadap keberagaman, inklusi, dan keberlanjutan cenderung kehilangan perhatian dari karyawan muda ini.
Di banyak kasus, Gen Z merasa tidak cocok dengan budaya kerja yang terlalu kaku atau tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang mereka anut. Ini mendorong mereka untuk mencari lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan identitas dan keyakinan mereka.
3. Kurangnya Peluang untuk Pengembangan Karir
Generasi Z dikenal sangat ambisius dan ingin terus berkembang. Mereka ingin merasakan adanya peningkatan keterampilan dan kesempatan untuk naik jabatan.
Ketika perusahaan tidak menawarkan peluang pengembangan karir yang jelas atau program pelatihan yang memadai, Gen Z merasa tidak ada harapan untuk berkembang dalam pekerjaan tersebut.
Akibatnya, mereka akan mencari peluang di perusahaan lain yang menawarkan prospek karir yang lebih cerah.
4. Keinginan untuk Fleksibilitas dan Otonomi
Bagi Gen Z, otonomi dan fleksibilitas adalah hal yang sangat penting. Jika perusahaan tidak menawarkan fleksibilitas dalam bekerja—misalnya, opsi untuk bekerja dari rumah atau jadwal kerja yang fleksibel—mereka mungkin merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton dan memilih untuk resign.
Banyak perusahaan yang masih menerapkan jam kerja rigid dan tidak terbuka dengan konsep kerja jarak jauh, yang bisa membuat Gen Z merasa tidak dihargai.
Apa yang Dapat Dilakukan Perusahaan untuk Mempertahankan Karyawan Gen Z?
Menghadapi tingginya tingkat turnover di kalangan karyawan Gen Z, perusahaan perlu beradaptasi dengan cepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih menarik bagi mereka.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempertahankan talenta muda ini:
1. Fokus pada Kesejahteraan Mental Karyawan
Perusahaan harus mengutamakan kesejahteraan mental karyawan dengan menyediakan dukungan psikologis, seperti konseling atau program kesehatan mental. Selain itu, menciptakan budaya kerja yang lebih santai, terbuka, dan mendukung akan membantu mengurangi tingkat stres dan kecemasan.
2. Tawarkan Peluang Pengembangan Karir yang Jelas
Gen Z ingin merasa bahwa mereka memiliki masa depan yang cerah di tempat kerja. Perusahaan harus memberikan peluang yang jelas untuk pengembangan karir, pelatihan, dan mentoring. Program pengembangan yang terstruktur dapat meningkatkan loyalitas dan komitmen karyawan Gen Z.
3. Ciptakan Budaya Kerja yang Sejalan dengan Nilai-Nilai Mereka
Sebagai generasi yang sangat peduli dengan isu sosial, perusahaan perlu menunjukkan komitmen mereka terhadap keberagaman, inklusi, dan keberlanjutan. Mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam budaya perusahaan tidak hanya akan menarik perhatian Gen Z, tetapi juga membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif.
4. Berikan Fleksibilitas Kerja
Fleksibilitas adalah kunci untuk mempertahankan karyawan Gen Z. Perusahaan perlu lebih terbuka terhadap konsep kerja jarak jauh, jadwal fleksibel, atau bahkan sistem kerja hybrid.
Ini dapat meningkatkan kepuasan kerja dan mengurangi tingkat stres, yang pada gilirannya akan mengurangi angka resign.
Karyawan Gen Z yang cepat resign bukan hanya masalah karakter atau sifat yang tidak tahan banting, tetapi lebih merupakan respons terhadap lingkungan kerja yang tidak mendukung kebutuhan mereka.
Perusahaan yang ingin mempertahankan talenta muda ini harus belajar untuk beradaptasi dengan ekspektasi dan nilai-nilai Gen Z.
Dengan fokus pada kesejahteraan mental, peluang pengembangan karir, budaya yang inklusif, dan fleksibilitas kerja, perusahaan dapat mengurangi tingkat turnover dan menciptakan hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dengan karyawan Gen Z.
Jika perusahaan mampu memahami dan memenuhi kebutuhan Gen Z, mereka tidak hanya akan memperoleh loyalitas, tetapi juga dapat mengoptimalkan potensi karyawan muda yang memiliki energi dan kreativitas tinggi.