Jakarta – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan peringatan serius terhadap kemungkinan dampak kebijakan proteksionis Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Donald Trump, jika mantan Presiden AS tersebut kembali menjabat untuk periode kedua.
Hal ini disampaikan Luhut dalam keynote speech pada acara public lecture yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) dengan tema “Penguatan Transformasi Tata Kelola dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” di Jakarta, Senin (2/12/2024).
Menurut Luhut, kebijakan proteksionisme yang lebih agresif di era Trump dapat memperburuk kondisi ekonomi global, yang pada akhirnya memengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia.
“Kita perlu mewaspadai dampak masa jabatan Presiden Trump kedua ini. PDB dunia akan lebih rendah, inflasi global akan lebih tinggi, dan kekuatan dolar AS yang semakin kuat bisa mengancam nilai tukar rupiah kita,” ujarnya.
Ancaman Global: Pelemahan Ekonomi dan Inflasi
Luhut menjelaskan, kebijakan proteksionis yang diterapkan pada masa pemerintahan Trump sebelumnya telah memberikan dampak negatif, seperti perang dagang dengan China dan pembatasan perdagangan internasional.
Jika Trump kembali menjabat, ia memperkirakan perlambatan ekonomi global dapat menjadi lebih tajam.
“Pada masa lalu, kebijakan seperti ini menyebabkan ketegangan di pasar global. Jika terulang kembali, kita mungkin akan menghadapi situasi yang lebih berat,” tambahnya.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, juga memberikan pandangannya terkait kebijakan proteksionisme Trump. Ia menyoroti potensi perpanjangan perang dagang dengan China sebagai salah satu dampak utama.
“Dengan kebijakan proteksionisme yang mungkin akan diperpanjang, kita bisa melihat ketegangan dalam perdagangan internasional. Selain itu, transisi energi global yang mendukung perubahan iklim mungkin akan mendapatkan sedikit dukungan di bawah pemerintahan Trump,” ungkap Andry.
Tantangan bagi Indonesia: Nilai Tukar Rupiah hingga Investasi
Salah satu dampak utama yang diwaspadai Luhut adalah penguatan dolar AS yang dapat menekan nilai tukar rupiah. Hal ini menjadi tantangan serius bagi ekonomi Indonesia yang masih bergantung pada stabilitas nilai tukar untuk menjaga kelangsungan impor barang strategis, seperti energi dan bahan baku industri.
“Trump adalah orang yang pragmatis. Jika ada kebijakan yang merugikan kepentingannya, dia pasti akan bereaksi keras,” kata Luhut.
Oleh karena itu, Indonesia harus mengambil langkah strategis dalam menjaga hubungan bilateral dengan AS, sambil tetap melindungi kepentingan nasional.