plbnews.web.id – Mendengar cerita anak, baik itu tentang kegiatan sehari-hari, perasaan, maupun masalah yang dihadapi, adalah hal yang sangat penting bagi orangtua.
Namun, banyak orangtua yang sering kali merasa terkejut atau bingung ketika anak lebih memilih untuk bercerita kepada teman-temannya daripada kepada mereka.
Fenomena ini menjadi perhatian banyak ahli perkembangan anak dan psikolog, karena dapat mengindikasikan sejumlah faktor dalam hubungan antara anak dan orangtua.
Lalu, mengapa anak lebih nyaman bercerita dengan teman daripada orangtua mereka?
Artikel ini akan membahas berbagai faktor yang memengaruhi perilaku ini.
1. Kebutuhan Sosial Anak yang Berubah
Seiring dengan tumbuh kembangnya anak, kebutuhan sosial mereka juga berubah. Ketika masih kecil, anak-anak lebih cenderung bergantung pada orangtua sebagai sumber utama dukungan emosional dan tempat mereka berbagi cerita.
Namun, seiring berjalannya waktu, terutama saat anak memasuki masa remaja, mereka mulai mencari dan membentuk hubungan yang lebih kuat dengan teman sebaya mereka.
Pada usia ini, teman sebaya menjadi sumber dukungan sosial yang sangat penting. Anak merasa lebih dipahami oleh teman-temannya karena mereka berada dalam fase perkembangan yang serupa.
Teman-teman mereka dapat menghubungkan pengalaman dan perasaan yang lebih mirip dengan apa yang sedang mereka alami. Ini memberi anak rasa diterima dan dihargai, yang sering kali lebih sulit ditemukan dalam interaksi dengan orangtua yang berada dalam posisi lebih otoritatif.
2. Perasaan Takut Dikritik atau Tidak Dimengerti oleh Orangtua
Banyak anak merasa bahwa orangtua mereka mungkin tidak akan mengerti perasaan mereka atau bahkan memberikan kritik yang tidak diinginkan.
Ketika anak bercerita tentang masalah atau perasaan mereka kepada orangtua, mereka sering kali khawatir bahwa orangtua akan memberikan respon yang kurang mendukung, seperti nasihat yang dianggap menggurui atau bahkan teguran.
Hal ini dapat membuat anak merasa tidak nyaman atau takut untuk terbuka.
Teman sebaya, di sisi lain, cenderung lebih bersifat egaliter. Mereka jarang memberikan kritik yang keras dan lebih cenderung mendengarkan tanpa memberikan penilaian yang berat.
Dalam pertemanan, anak merasa lebih bebas untuk berbicara tanpa takut dihukum atau dimarahi, yang menciptakan ruang aman untuk mengekspresikan diri mereka secara terbuka.
3. Peran Media Sosial dan Pengaruh Lingkungan Teman Sebaya
Media sosial dan platform komunikasi digital lainnya memberikan pengaruh besar dalam kehidupan sosial anak-anak, terutama remaja. Melalui media sosial, anak dapat terhubung dengan teman-teman mereka secara lebih mudah dan cepat.
Hal ini memungkinkan mereka untuk berbagi cerita dan perasaan dengan teman-teman mereka tanpa harus bertatap muka, yang mungkin terasa lebih nyaman bagi mereka.
Pengaruh teman sebaya juga semakin besar seiring dengan perkembangan usia anak. Dalam banyak kasus, anak merasa lebih terpengaruh oleh pendapat teman mereka daripada oleh orangtua mereka.
Bahkan, pada beberapa kasus, anak mungkin merasa bahwa berbicara dengan teman-teman mereka memberi mereka rasa keterhubungan sosial yang lebih kuat, sementara berbicara dengan orangtua mungkin dianggap kurang menarik atau kurang relevan.
4. Perbedaan Cara Komunikasi Antara Orangtua dan Anak
Perbedaan cara berkomunikasi antara orangtua dan anak juga dapat berperan dalam kecenderungan anak untuk lebih nyaman bercerita dengan teman. Orangtua cenderung berbicara dari posisi yang lebih dominan, sering kali memberikan instruksi atau nasihat, sedangkan teman sebaya berkomunikasi dalam cara yang lebih setara.
Anak-anak mungkin lebih menyukai gaya komunikasi yang lebih kasual dan santai yang sering ditemukan dalam percakapan dengan teman-teman mereka.
Di sisi lain, orangtua mungkin secara tidak sadar menggunakan bahasa yang mengarah pada kontrol atau pemeriksaan, yang dapat membuat anak merasa diawasi atau terintimidasi. Ini bisa menjadi penghalang besar bagi anak untuk merasa nyaman berbicara dengan orangtua mereka.
5. Pengaruh Lingkungan dan Pendidikan Keluarga
Lingkungan keluarga juga memainkan peran penting dalam bagaimana anak berinteraksi dengan orangtua dan teman-teman mereka. Dalam keluarga yang menerapkan pola asuh yang lebih terbuka dan mendukung, anak cenderung merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang perasaan atau masalah mereka.
Namun, dalam keluarga yang menerapkan pola asuh yang lebih otoriter atau penuh dengan ekspektasi yang tinggi, anak mungkin merasa tertekan dan enggan untuk bercerita.
Selain itu, tingkat kedekatan emosional antara orangtua dan anak juga berpengaruh. Orangtua yang lebih terlibat secara emosional dalam kehidupan anak, yang mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menghakimi, cenderung menciptakan hubungan yang memungkinkan anak merasa lebih nyaman untuk terbuka.
Sebaliknya, orangtua yang kurang terlibat dalam kehidupan emosional anak atau yang lebih sibuk dengan pekerjaan mungkin membuat anak merasa bahwa mereka lebih bisa menemukan dukungan dari teman-temannya.
6. Faktor Psikologis dalam Perkembangan Anak
Pada masa remaja, identitas diri dan pencarian jati diri menjadi fokus utama dalam perkembangan psikologis anak. Dalam proses ini, anak-anak berusaha untuk memahami siapa mereka, apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka berhubungan dengan dunia sekitar.
Teman sebaya sering menjadi tempat yang ideal untuk eksplorasi ini, karena mereka berada dalam fase perkembangan yang serupa dan bisa memberikan umpan balik yang relevan.
Anak-anak yang sedang berusaha mengidentifikasi nilai-nilai dan kepercayaan mereka sering kali lebih terbuka untuk menerima pengaruh teman sebaya. Mereka mungkin merasa lebih percaya diri dalam berbicara dengan teman yang seumuran dan memiliki pengalaman yang sama.
Sebaliknya, orangtua yang sudah lebih mapan dalam identitas mereka seringkali memberikan perspektif yang lebih sulit dipahami oleh anak pada saat itu.
7. Cara Orangtua Bisa Meningkatkan Hubungan dengan Anak
Meskipun anak cenderung lebih nyaman berbicara dengan teman-temannya, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh orangtua untuk meningkatkan hubungan mereka dengan anak dan menciptakan ruang yang aman untuk berbicara. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu orangtua:
- Mendengarkan dengan Empati: Orangtua perlu lebih fokus mendengarkan tanpa menginterupsi atau memberikan solusi langsung. Biarkan anak merasakan bahwa perasaan mereka dihargai.
- Menciptakan Lingkungan yang Tidak Menghakimi: Anak-anak perlu merasa bahwa mereka bisa berbicara tanpa takut dihukum atau dihakimi. Hal ini akan membantu mereka merasa lebih nyaman untuk berbagi cerita.
- Menjadi Teladan dalam Berkomunikasi: Orangtua bisa mengajari anak cara berbicara tentang perasaan dan masalah mereka dengan terbuka. Ini termasuk cara untuk berbicara dengan cara yang tidak menuntut atau menggurui.
- Menghargai Privasi Anak: Meskipun penting untuk mendengarkan anak, menghormati batasan pribadi mereka juga sangat penting. Jangan terlalu memaksakan anak untuk berbicara jika mereka belum siap.
Fenomena di mana anak lebih nyaman bercerita dengan teman-teman mereka daripada orangtua adalah hal yang sangat umum terjadi, terutama selama masa remaja.
Faktor-faktor seperti kebutuhan sosial yang berkembang, perasaan takut dikritik, pengaruh media sosial, perbedaan cara komunikasi, serta dinamika dalam pola asuh keluarga, semuanya memainkan peran dalam hal ini.
Meskipun demikian, orangtua tetap memiliki kesempatan untuk memperkuat hubungan mereka dengan anak dan menciptakan ruang yang aman untuk berbicara, dengan pendekatan yang penuh empati dan saling menghormati.
Dengan memahami alasan di balik kecenderungan ini, orangtua dapat lebih siap untuk mendukung perkembangan emosional anak dan menjaga hubungan yang sehat dengan mereka.