Manado, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Utara (Sulut) terus melakukan pendalaman terhadap dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian hibah dari Pemerintah Provinsi Sulut kepada Sinode GMIM (Geraja Masehi Injili di Minahasa) untuk tahun anggaran 2020 hingga 2023. Hibah tersebut bernilai Rp 21.500.000.000,-.
Pada hari Rabu, 20 November 2024, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut, Kombes Pol Michael Irwan Thamsil, bersama dengan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Kombes Pol Ganda Saragih, menggelar konferensi pers di Aula Tribrata Polda Sulut untuk memberikan penjelasan terkait perkembangan kasus ini.
Tahap Penyidikan dan Pemeriksaan Saksi
Kombes Pol Michael Irwan Thamsil menjelaskan bahwa pada 13 November 2024, penyelidikan terkait kasus tersebut telah meningkat menjadi tahap penyidikan.
Pada tahap ini, pihak kepolisian telah memeriksa 15 orang saksi yang terkait dengan pemberian hibah tersebut, dan pemeriksaan ini masih berlanjut.
“Pada tanggal 13 November 2024, untuk kasus ini dari tahap penyelidikan sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Jadi tahap penyidikan ini kita sudah melakukan pemeriksaan terhadap 15 orang saksi dan ini masih berlanjut terus,” ungkap Kombes Pol Michael dalam konferensi pers.
Penyidik juga telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan kerugian negara yang mungkin timbul akibat dugaan penyalahgunaan hibah tersebut. “Nanti setelah penghitungan kerugian negara, maka Penyidik dari Ditreskrimsus akan melakukan gelar untuk penetapan tersangka,” lanjutnya.
Dugaan Perbuatan Melawan Hukum
Sementara itu, Dirreskrimsus Kombes Pol Ganda Saragih menambahkan bahwa hasil pemeriksaan sejauh ini menunjukkan adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan hibah tersebut.
Namun, pihak kepolisian belum dapat merumuskan siapa saja yang berpotensi menjadi tersangka, karena masih menunggu hasil audit dari BPKP serta keterangan dari ahli yang ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Sampai saat ini yang berpotensi tersangka belum kita rumuskan, tetapi menunggu hasil audit dari BPKP dan juga keterangan ahli dari Kemendagri,” ujar Kombes Pol Ganda Saragih singkat.
Ancaman Hukuman Jika Terbukti Korupsi
Jika terbukti bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan hibah tersebut, maka para pelaku yang terlibat bisa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi bisa berupa pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan denda yang bervariasi antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Proses Hukum yang Berlanjut
Proses penyidikan ini menunjukkan keseriusan Polda Sulut dalam memberantas tindak pidana korupsi, terutama yang melibatkan dana publik seperti hibah pemerintah. Para penyidik akan terus bekerja untuk memastikan bahwa jika ada perbuatan melawan hukum, mereka dapat membawa pelakunya ke pengadilan.
“Kami akan terus mendalami kasus ini dengan hati-hati dan akurat, untuk memastikan keadilan bagi masyarakat,” tambah Kombes Pol Michael.
Kasus ini juga mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap aliran dana hibah pemerintah, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Ke depannya, hasil audit BPKP dan keterangan ahli dari Kemendagri akan menjadi kunci untuk menetapkan siapa saja yang akan dimintai pertanggungjawaban hukum atas dugaan korupsi tersebut.
Dengan pendalaman yang terus berlanjut, masyarakat Sulawesi Utara dan seluruh pihak yang berkepentingan berharap agar proses hukum ini berjalan dengan transparan dan adil.
Penyelesaian kasus ini akan menjadi contoh bagi penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi di Indonesia.